Siska Fadhilatul Laili, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kemitraan Internasional (KI) Angkatan 9 Universitas Ahmad Dahlan (UAD Yogyakarta, melakukan pengabdian di Sanggar Belajar Anak Malaysia Indonesia (SB AMI) Penang, Malaysia. Pada 28 September 2023, Siska, begitu sapaannya, bercerita tentang program peningkatan literasi anak-anak melalui mendongeng dan penyediaan pojok buku yang digagasnya.
Menurutnya, mendongeng adalah salah satu media yang tepat dan mengasyikkan untuk mengenalkan anak dengan dunia literasi, khususnya membaca. Hal ini sesuai dengan latar belakang program studinya, yakni di bidang sastra Indonesia.
“Selain program keilmuan mendongeng memang sesuai dengan latar belakang program studi saya, program kerja KKN mendongeng ini saya ambil dengan menganalisis kebutuhan anak-anak SB, khusunya di bidang minat membaca,” ungkapnya.
Ia menambahkan jika kesediaan buku-buku bacaan anak yang tersedia di SB sangat sedikit. Menurutnya, hal ini turut membuat minat baca anak cenderung lemah. Media baca yang terkesan monoton dan kaku kurang menarik perhatian anak-anak untuk menyentuh buku.
“Jadi, dari Indonesia saya mengumpulkan buku-buku bacaan anak. Beberapa ada yang dipinjami teman seperti novel seri Mata karya Okky Madasari, dan lainnya adalah buku cerita Nusantara yang saya beli,” jelasnya.
Buku-buku cerita Nusantara yang ia beli adalah yang bergambar. Ia mengungkapkan tujuannya adalah untuk lebih menarik perhatian anak. Selain itu, agar anak tidak bosan karena dilengkapi dengan ilustrasi bergambar yang berwarna.
“Pemilihan membeli buku cerita Nusantara juga bertujuan agar anak-anak mengenal Indonesia melalui media cerita. Seperti dongeng batu menangis dari Kalimantan Barat. Selain asyik dengan ceritanya, saya juga bisa memantik mereka dengan mengenalkan Provinsi Kalimantan Barat di sela-sela cerita,” imbuhnya.
Siska menjelaskan aktivitas mendongeng ia lakukan rutin setiap tiga kali seminggu selama satu bulan masa KKN. Target mendongeng adalah anak-anak SB usia 4-8 tahun. Sementara itu, untuk anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun sudah mandiri membaca buku bacaan di pojok baca yang telah disediakan.
Menurutnya, mendongeng untuk anak-anak adalah tantangan tersendiri. Mendongeng bukan hanya sekadar membaca, tapi juga harus komunikatif, ekspresif, artikulatif, dengan seperangkat gaya yang berusaha menyesuaikan dengan isi cerita.
“Walaupun terkadang capek, karena ketika sekali membacakan dongeng anak-anak pasti minta untuk dibacakan lagi. Semuanya terbayar ketika mereka begitu antusias untuk mendengarkan dan bertanya banyak hal dari cerita yang saya bacakan,” tuturnya.
Ke depannya, ia berharap agar dengan adanya beberapa buku bacaan anak yang ditinggalkan untuk anak-anak SB dapat merawat dan meningkatkan minat baca mereka. Begitupun dengan upaya mengenalkan Nusantara kepada mereka bisa sedikit banyak menumbuhkan rasa cinta dan tertarik mereka untuk mengenal tanah air secara utuh. (sus)