Sindiran Politik dalam Cerpen “Saksi Mata” Karya Seno Gumira Ajidarma
Esai
Seno Gumira Ajidarma Lahir di Boston, Amerika Serikat tanggal 19 Juni 1958, tetapi tumbuh besar di Yogyakarta. Sudah sejak muda mengenal kesusastraan dan banyak membaca buku kisah petualangan sampai-sampai Gumira mencoba berpetualang dari pulau Jawa Barat hingga Sumatera. Seorang jurnalis terkenal tapi enggan disebut sastrawan. Padahal Seno banyak sekali menyuguhkan karya sastra. Salah satunya cerpen berjudul “Saksi Mata” ditulis berdasarkan Insiden Dili 12 November 1991 yang terjadi di Timor Timur.
“Saksi Mata” bertema kebenaran yang ditutupi-tutupi. Sepertinya pengarang terinspirasi dari kejadian nyata zaman orde baru di mana rezim Soeharto banyak sekali terjadi metode yang menyebabkan masyarakat tidak dapat menyuarakan suaranya. Seno menggambarkan seorang wartawan menjadi saksi mata atas peristiwa. Tetapi, tidak dapat mengungkapkan kejadian sebenarnya. Hal ini karena kehilangan bola matanya.
Cerpen Saksi Mata diawali dengan permasalahan sang Saksi Mata yang kehilangan matanya. Kemudisn, alurnya menggunakan alur maju dan mundur, serta diakhiri dengan ending yang menggantung. Hal ini menyebabkan pembaca harus melanjutkan cerita itu sendiri di dalam imajinasi masing-masing. Selanjutnya, latar cerpen “Saksi Mata” berada di ruangan pengadilan yang sedang terjadi jalannya pengadilan. Tokoh utamanya adalah Saksi Mata, tokoh pendukungnya ada Hakim, masyarakat, ninja, dan sopir Hakim. Saksi Mata memiliki sifat peduli pada kebenaran, hakim memiliki sifat acuh tak acuh pada persidangan, masyarakat memiliki sifat yang memilih untuk tidak peduli dengan kejadian sekitarnya, ninja memiliki sifat yang patuh pada perintah atasannya, sopir memiliki sifat yang sama dengan Saksi Mata yaitu peduli pada kebenaran. Pada paragraf terakhir, menceritakan bahwa tokoh Saksi Mata dicabut lidahnya oleh ninja menggambarkan permainan kekuasaan. Ketika saksi mata yang sudah kehilangan bola matanya, lalu ditambah dengan kehilangan lidah yang membuatnya tak dapat bersaksi lagi.
Seno memperlihatkan kelas sosial yang berbeda dalam cerpennya. Tokoh saksi mata adalah seseorang yang tertindas dan tidak dapat menyuarakan keadilan. Sedangkan, tokoh Hakim seseorang yang memiliki kuasa hukum harus mengikuti aturan sesuai dengan sistem pemerintahan Indonesia. Semua menyebabkan kesengsaraan irasional dalam pandangan dunia. Bila kita kaitkan dengan zaman sekarang, hal seperti ini masih terjadi di sekitar kita. Maka dari itu, Seno menyuarakan suaranya dalam tulisan cerpen ini secara tidak langsung menyadarkan kita untuk berani menegakkan keadilan. Seperti kutipannya, “Jurnalis dibungkam, Sastra melawan”.
Pembaca juga harus membaca berulang kali bila ingin memahami apa yang ditulis dari cerpen ini. Seperti anologi ninja dan darah yang menggambarkan akibat-akibat yang dilakukan oleh para penguasa. Tokoh ninja sebagai orang yang mengancam tokoh Saksi Mata agar tidak memberikan kesaksiaannya di pengadilan. Darah menggambarkan banyaknya korban tapi ditutupi oleh pemerintah (Firda Nur Aisyah).