Puisi Seumur Keladi
Halaman kosong, duha kian dewasa
Kau pusingkan penantian di pangkal dasawarsa
Menungguku membangun abad-abad runyam berkebumikan
wabah kelam di saku kecilku
Semur jagung keladi di teras
Kita, berdikari pada rumah yang kian mengeras
akan suara desing gergaji berbaut pundi-pundi letih
“Esok akan kubangun perumahan tempat kita berdoa.
Gendong doaku selagi kau egois menghamba.”
Setangkap tangan keladi di ruang tamu
Coba kau beri lembar-lembar mana tempatku bisa duduk—meracaukan sebab kalah—kuceritakan bahasa-bahasa ringkih di akad penaklukkan perihal aku ingin menjuaraimu
Kini, pandangan kita bermuara pada seorang ibu yang menggenggam sejengkal keladi
“Itu tempatmu berkisah. Mengaku-ngaku tempat kepulangan.”
Wajahku temaram menguar kasihmu sejenak
“Ini rumah kita. Kau tak pernah menjengukku sebelum ini. Sedang keladi itu, satu-satunya tempatku menggambar mancung hidungmu dan tipis bibirmu. Tuhan membentuk matamu selayaknya kini kau menemaniku.”
Tampangmu yang sunyi mulai menengguk
Aku yakin di kemudian hari nantinya kau masih tak bersiap berkebumi keladi milikmu yang kian kerontang usianya
Sedang seabad keladi usianya, sepinggan usia kediaman kita dibangun
Gombong, 18 September 2021
Penulis : Narendra Brahmantyo K.R., mahasiswa Sastra Indonesia UAD angkatan 2021, puisinya berjudul “Seumur Keladi” telah memperoleh juara 3 pada kompetesi menulis puisi tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh Penerbit Jendela Sastra Indonesia. Puisi ini juga dibukukan dalam buku antologi “Memori Kisah Mengukir Nostalgia.”