Kajian Bahasa (1): Proses Pembentukan Prefiks pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka dalam Linguistik Korpus
Pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak terlepas dari penggunaan bahasa dalam berinteraksi sesama masyarakat lain, di manapun berada pasti ditemui penggunaan bahasa yang berbeda dan beragam pula, sebab bahasa bersifat arbitrer. Tentunya bahasa terdiri dari gabungan-gabungan morfem dan leksem yang dapat menghasilkan makna. Dalam proses pembentukan kata tersebut dapat dikaji melalui bidang morfologi. Perlu kita ingat bahwa tidak semua bahasa terdapat proses morfologisnya, akan tetapi berbagai bahasa juga memiliki proses afiksasi masing-masing.
Selain itu, afiksasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis imbuhan yakni prefiks, infiks, sufiks, konfiks, kombinasi afiks dan simulfiks. Namun, hal yang perlu diingat kembali dalam proses afiksasi ini hanya merujuk pada proses prefiks pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka. Sebelum kita mengenal lebih dalam, kita perlu mengetahui dan mengenal dulu apa itu prefiks? Dalam KBBI Kemdikbud Edisi V bahwa ditemukan Afiks di- yang termasuk ke dalam jenis prefiks atau imbuhan yang ditambahkan di bagian awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar, misalnya ber-, di-, me-, ter-, se-.
Proses pembubuhan afiks di- pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka dapat terjadi pada beberapa bentuk dasar verba turunan seperti (1) di- + tingkah= ditingkah, (2) di- + pandang= dipandang, (3) di- + hangusi= dihangusi, (4) di- + rendam= direndam, (5) di- + lagukan= dilagukan, (6) di- + nyanyikan= dinyanyikan. Adapun beberapa contoh pembubuhan afiks me- yang terdapat dalam novel tersebut seperti (1) me- + layang= melayang, (2) me- + rantau= merantau, (3) me- + lekat= melekat. Sedangkan, prefiks ter- pada novel tersebut sebagian terdiri dari kata seperti (1) ter- + ingat= teringat, (2) ter- + buang= terbuang, (3) ter- + pentang= pentang, (4) ter- + kenang= terkenang, (5) ter- + menung= termenung, dan (6) ter- + benam= terbenam. Selain itu, adapun terdapat pembubuhan afiks ber- misalnya seperti (1) ber- + gelar= bergelar, (2) ber- + jenjang= berjenjang, (3) ber- + saudara= bersaudara, (4) ber- + usia= berusia, dan (5) ber- + pesan= berpesan.
Penggunaan verba ‘dipandang, bergelar, termenung, terpentang’ dapat dilihat di dalam KBBI Kemdikbud Edisi V. Berdasarkan penelusuran melalui aplikasi korpus data seperti webcorp.org.uk, penggunaan verba tersebut juga ditemukan seperti pada contoh berikut.
1. Penduduk sebelah timur adalah lapang Karibosi yang luas dan dipandang suci oleh penduduk Mangkasar…
2. Merasa, bahwa meskipun dia anak orang Minangkabau tulen, dia masih dipandang orang pendatang, masih dipandang orang jauh, orang Bugis, orang Mangkasar…
3. Malang nasib anak yang demikian, sebab dalam negeri ibunya dia dipandang orang asing…
4. (Padang Panjang) kira-kira 30 tahun yang lalu. Seorang anak muda bergelar Pendekar Sutan…
5. Yang gagah berani untuk mengamankan daerah itu. Sebab Pandekar Sutan bergelar “jago” itulah sebabnya dia menginjak tanah Mangkasar…
6. Sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang dirinya menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar…
7. Jadi gila memikirkan nasib yang menimpa dirinya. Kerap kali dia termenung seorang…
Berdasarkan contoh di atas kita dapat mengetahui perubahan maupun pembentukan kata bahkan makna dalam bahasa Indonesia, selain itu dapat menambah wawasan kosakata baru bagi kawula penutur Indonesia yang masih awam pada umumnya. Melalui proses morfologis tentu banyak menghasilkan kata-kata turunan dari berbagai macam frasa loh, yuk utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing. Salam literasi!. (WPR)