Seminar Meneroka Cakrawala Ilmu Bahasa dan Sastra; Seminar Kolaborasi Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Udayana
Program studi Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta telah menyelenggarakan seminar bertajuk Meneroka Cakrawala Ilmu Bahasa dan Sastra; Sastra dan Ruang Masa Lalu tepat di Ruang Seminar Lantai Dasar Islamic Center UAD pada Kamis, 20 Oktober 2022. Kegiatan tersebut merupakan salah satu wujud realisasi kerja samana antara Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan juga Universitas Udayana Bali.
Dalam kesempatan tersebut, Intan Rawit Sapanti, S.Pd., M.A selaku ketua Program Studi Sastra Indonesia menyampaikan harapannya atas terlaksananya seminar kolaborasi tersebut.
“Semoga dengan kegiatan ini, kita semua bisa mendapat insight, pengalaman baru, relasi, dan juga ilmu yang baru. Dengan kerja sama ini pula, semoga kita bisa mengadakan semacam study tour lagi ke universitas Udayana,” ungkap Intan.
Seminar yang diselenggarakan khusus untuk mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2020,2021, dan 2022 tersebut memiliki dua pemateri, yakni Wajiran S.S., M.A., Ph.D dan Jalu Norva IP, S.S., M.A yang merupakan dosen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.
Wajiran selaku pemateri pertama membawakan materi yang berjudul Bahasa dan Sastra Sumber Peradaban Dunia. Melalui seminar tersebut, ia menjelaskan tentang kekuatan dari bahasa itu sendiri.
“Bahasa punya kekuatan yang luar biasa. Peradaban manusia itu tidak ada tanpa adanya bahasa,” papar Wajiran.
Ia juga menambahkan bahwa penggunaan bahasa dalam ranah karya sastra memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat.
“Dengan menulis sebuah karya sastra, kita bisa menembus berbagai ruang yang awalnya terlihat tidak mungkin. Para penulis mampu mendobrak berbagai macam aspek, seperti politik, budaya, ekonomi, dan sebagainya.”
Jalu sebagai pemateri kedua membawakan materi seminar berjudul Sastra dan Ruang Masa Lalu. Dalam penyampaian materinya, Jalu mengungkapkan bahwa sastra tidak terpisah dari masa lalu.
“Definisi sastra itu harus sesyai dengan konteks apa yang sedang si pembicara coba bangun. Jika berbicara mengenai masa lalu, maka sastra bisa dikatakan sebagai bagian dari rangkaian mozaik masa lalu,” papar Jalu.
Ia juga menambahkan bahwa masa lalu itu tidak pernah mati, melainkan akan selalu hidup. Hal ini disebabkan oleh manusia selalu mereproduksi masa lalu tersebut.
“Memori memiliki kesamaan dengan sastra, potongan-potongan memori yang dirangkai itu kemudian menjadi sebuah karya,” imbuh Jalu. (MNK)