Meriset tentang Penamaan Gerabah, Mahasiswa Sastra Indonesia Tembus Sinta 4
Meriset tentang Penamaan Gerabah, Mahasiswa Sastra Indonesia Tembus Sinta 4

Mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2022, Widita Dwi Kasitasari, berhasil memublikasikan artikelnya di jurnal terindeks Sinta 4. Artikel berjudul “Naming Pottery in Melikan Village, Klaten Regency: An Antropolinguistic Study” ini membahas tentang penamaan gerabah di Desa Melikan, Klaten, melalui pendekatan antropolinguistik. Dalam kajiannya, Widita menelusuri cara para pengrajin dan penjual gerabah memberi nama pada produk mereka serta makna budaya yang terkandung di baliknya.
Ketertarikan Widita terhadap topik tersebut berawal dari kedekatannya dengan lokasi penelitian. Ia tinggal di wilayah yang berdekatan dengan Desa Melikan, sentra pengrajin gerabah yang sudah terkenal di Klaten. “Saya penasaran bagaimana para pengrajin maupun penjual gerabah memberikan nama pada produk mereka,” ujarnya. Artikel ini awalnya merupakan tugas akhir semester untuk mata kuliah Antropolinguistik, hingga dosen pengampu menilai tulisan tersebut memiliki potensi untuk diterbitkan. Setelah melalui proses revisi dan penyempurnaan, artikel itu akhirnya dinyatakan layak untuk dipublikasikan.
Selama proses penulisan, Widita menghadapi tantangan dalam menemukan teori yang sesuai untuk membedah data, sebab penelitian mengenai penamaan benda seperti gerabah masih jarang dilakukan. Meski begitu, dukungan dari banyak pihak menjadi penyemangat utamanya. “Bapak Irwan Suswandi sebagai dosen pembimbing sangat berjasa karena telah memberikan bimbingan, evaluasi, dan arahan hingga artikel ini terbit. Selain itu, orang tua selalu mendukung dan teman-teman tidak henti-hentinya menyemangati selama proses penulisan,” tuturnya.
Momen paling berkesan bagi Widita adalah saat artikelnya resmi terbit dan muncul di laman jurnal. Ia mengaku sempat tidak percaya dan merasa bangga melihat namanya tercantum sebagai penulis. Pengalaman ini menjadi pembuktian atas usaha panjang yang telah ia jalani sekaligus menumbuhkan keyakinan bahwa penelitian tidak harus dimulai dari hal besar. “Saya belajar bahwa penelitian bisa berangkat dari hal-hal kecil dan dekat dengan kehidupan kita. Sesuatu yang terlihat sederhana ternyata dapat dikaji secara ilmiah dan memberi manfaat bagi banyak orang,” katanya.
Ke depan, Widita berencana menulis artikel lain di bidang linguistik yang berbeda, seperti linguistik forensik dan pragmatik. Ia berharap pengalamannya dapat memotivasi mahasiswa lain untuk berani menulis dan memublikasikan karya ilmiah. “Yang paling penting adalah kemauan dan motivasi, karena tanpa itu tulisan tidak akan pernah selesai,” pungkasnya. (put/sus)



