Mahasiswa Sastra Indonesia UAD Kembali Terbitkan Artikel Ilmiah Tingkat Nasional
Mahasiswa Sastra Indonesia UAD Kembali Terbitkan Artikel Ilmiah Tingkat Nasional

Bahasa bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga cerminan budaya dan cara berpikir masyarakatnya. Pandangan itu terasa begitu kuat dalam artikel karya Aniqmatul Latifah, mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan angkatan 2022, yang baru saja memublikasikan artikelnya di jurnal terakreditasi Sinta 4. Dalam tulisannya, Aniq meneliti penggunaan pronomina dalam bahasa Jawa seperti genduk, denok, tole, dan nang. Empat kata sederhana ini ternyata menyimpan makna sosial dan emosional yang kompleks, mencerminkan hubungan antarpersonal, serta nilai budaya yang hidup di masyarakat Jawa.
Dalam wawancara, Aniqmatul menjelaskan bahwa ketertarikannya pada topik tersebut berawal dari kebiasaannya mendengar dan menggunakan pronomina itu dalam percakapan sehari-hari. Ia merasa kata-kata seperti genduk atau tole bukan hanya sekadar sapaan, melainkan juga menandai keakraban, kasih sayang, bahkan hierarki sosial tertentu. “Aku sering banget dengar kata-kata itu di rumah dan lingkungan sekitar, dan ternyata masing-masing punya konteks dan tingkatan yang berbeda,” ujarnya.
Proses penulisan artikelnya pun cukup panjang. Aniqmatul mengumpulkan data dari berbagai informan yang berbeda daerah, usia, dan profesi, kemudian menganalisisnya secara kualitatif dengan pendekatan antropolinguistik serta teori hipotesis Sapir-Whorf. Ia mengaku tantangan terbesar adalah memahami makna kontekstual dari setiap pronomina yang bisa sangat bervariasi tergantung situasi dan hubungan sosial antarpenutur. Selain itu, menjaga konsistensi menulis di tengah kesibukan kuliah juga menjadi hal yang tak mudah. “Prosesnya lama karena aku pengen benar-benar paham maknanya, bukan cuma di permukaan,” katanya.
Selama proses penelitian dan penulisan, Aniqmatul justru menemukan hal menarik yang tidak ia duga sebelumnya bahwa tiap daerah memiliki cara unik dalam menggunakan pronomina tersebut, dan hal itu merefleksikan kekayaan budaya Jawa yang begitu beragam. Ketika artikelnya akhirnya resmi terbit, ia mengaku merasa lega dan bahagia, meskipun sempat diliputi rasa takut jika masih ada kekeliruan dalam tulisannya. Namun di balik itu semua, publikasi ini menjadi pengalaman berharga sekaligus motivasi besar baginya untuk terus menulis.
“Aku belajar banyak dari penelitian ini. Ternyata kata yang sering kita dengar itu punya lapisan makna yang luas dan menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa memandang relasi sosial,” ujarnya. Setelah publikasi pertamanya ini, Aniqmatul berencana melanjutkan penulisan draft artikel lain yang sudah sempat ia kerjakan sebelumnya. Ia berharap dapat terus konsisten menulis dan meneliti bahasa dari sisi budaya. Pesannya untuk mahasiswa lain pun sederhana tetapi kuat, “Menulis itu soal keberanian dan konsistensi. Progres sekecil apapun tetap berarti, yang penting jangan berhenti di tengah jalan.” (put/sus)



